Sabtu, 30 Januari 2010


Curahan Hati, 4 Januari 2010

Barusan saya membuka-buka file lama, dan menemukan sebuah curhatan yang pernah saya tulis. Ketika membaca kembali curhatan tersebut pikiran saya pun berkata, “Oh tidak solasido, ternyata tulisan saya itu jelek banget, garing dan kurang nyeni banget”.

Namun hitung-hitung menambah banyak artikel di blog ini, akhirnya saya memberanikan diri juga untuk mempostingnya. Bagi kawan yang mempunyai waktu luang, mungkin tertarik dengan cerpen saya ini. Hehehehehh. jangan ngetawain ya, coz jelek banget..

---------------------------------------------------------------

"17 maret 2007"

Di hari ketika hujan baru saja reda aku berdiri dipinggiran jalan raya. Mataku menjalar mengikuti arus kendaraan, kurasakan kesejukan udara kala itu berhembus masuk keparu-paru, polusi tampaknya tercuci air hujan, hari yang indah pikirku. Hari ini adalah hari dimana aku berpakaian rapi, hari dimana aku bersiap-siap untuk pergi menuntut ilmu. Namun hari yang indah kala itu ternyata adalah hari yang menyebalkan bagiku, Beberapa detik kemudian dua orang yang mengendarai sepeda motor melaju didepanku. “ Byur…!!” Roda-roda ban sepeda motor tersebut memutar dengan cepatnya sembari mencipratkan air kotor sisa hujan yang bersatu dengan sampah kemuka, pakaian dan sekujur tubuhku. Akupun terhenyak dan menatap sipengendara yang dengan enteng dan rasa yang seakan tak bersalah begitu mudahnya tersenyum seolah-olah menyejek dan sengaja untuk menyakiti aku.

Hah, aku merenung sejenak. Sebuah hari yang silam dan jauh, namun hatiku masih saja dengan dekat tak mampu menahan segala kekesalan yang aku rasakan, meskipun hati ini menaruh dendam sudah kubulatkan untuk memaafkan segala tingkah setiap orang yang menyakitkan hati. Akan kubangun awal yang benar-benar baru, dan kusimpan semua pelajaran yang kudapatkan diwaktu-waktu dahulu.

Menit-menit berlalu, daun-daun gugur menemani aku yang terduduk sembari mencoba melupakan kejadian yang meski tak mampu untuk kulupakan, daun-daun berguguran, seiring dengan bergugurannya daun-daun akan kucoba pula menggugurkan perasaan dendamku kepadanya…
Sambil menahan perasaan kesal itu, penaku ku kugoreskan kembali dibuku catatan, tersirat dibenaku bayangan hari itu.

“22 april 2007”

Sungguh, hari ini aku merasa sangat lega tatkala sebuah tugas yang sangat sulit telah berhasil kuselesaikan, kini siap untuk diberikan sebagai pertanggung jawabanku kepada dosen. Tugas yang berupa berlembar-lembar kertas itu berada digenggaman kedua tanganku, bibirku tersenyum meski pikiranku masih merasakan sisa-sisa kelelahan begadang semalaman untuk menyelesaikan tugas melelahkan ini. Sedikit saja terlambat memberikan tugas ini pikirku, maka nilai sebagai prasyarat untuk lulus matakuliah ini akan raib dan segala usaha yang aku lakukan akan sia-sia dan aku akan sampai pada sebuah kesimpulan yang akan kulalui, mengulang mata kuliah tersebut tahun depan.

Lembaran kertas itu kugenggam erat-erat, aku selalu memastikan bahwa lembaran itu berada digenggaman tanganku. Rasa khawatir akan kehilangan benda itu menjalar kesekujur tubuhku, namun mungkin karena sebuah kecerobohanku, beberapa detik dari itu dia berpapasan denganku dan menyenggol tubuhku yang kecil ini, entah disengaja ataupun tidak hingga membuat tugas berupa lembaran-lembaran kertas yang kucoba genggam dengan eratnya tersebut terjatuh ke air comberan. Dengan emosi berkecamuk dan tubuh yang kecil ini, tanpa bisa berbuat apa-apa aku hanya dapat memandangi tugas yang dengan susah payah kubuat, akhirnya telah lusuh dan kotor, rasa kekesalanku bertambah tatkala orang yang menyenggolku tersebut tanpa merasa bersalah tersenyum seolah-olah menghina diriku.

Hah, satu lagi sebuah hari yang silam dan jauh, namun hatiku masih saja dengan dekat tak mampu menahan segala kekesalan yang aku rasakan, meskipun hati ini menaruh dendam sudah kubulatkan untuk memaafkan segala tingkah dia yang menyakitkan hati.

Pena dan catatan dihadapanku kugenggam makin erat dan erat, mungkin rasa kesal dan dendamku akan terobati sedikit demi sedikit… seiring waktu berjalan dengan seiring degup jantung yang semakin berdebar aku akan selalu mencoba mengikuti setiap kata hatiku yang terdalam, meski perih aku rasakan ketika aku kini harus mengulang dan bekerja keras mengikuti matakuliah itu kembali, aku akan mencoba memaafkan segala kesalahannya yang diperbuat kepadaku…

Hari demi hari dia semakin menjadi-jadi, mungkin semua karena sikapku yang selalu diam mematung tak berbuat sesuatu terhadap dirinya meskipun dia selalu membuat diriku memberikan rasa untuk membenci dan tak menyukainya. Ah walaupun begitu aku akan senantiasa bersabar.

“20 mei 2007”

“Adzan berkumandang, Akupun meminum beberapa teguk air mineral sebagai pertanda aku telah selesai melaksanakan puasa sunnah. Aku putuskan untuk melaksanakan shalat magrib berjamaah terlebih dahulu sebelum mencicipi makanan itu. ku taruh makananku diatas kantung tasku.
Shalatpun selesai, jamaah sudah berhamburan keluar dari dalam mesjid. Dengan senang hati aku bermaksud akan mencicipi makananku, namun aku terhenyak karena isi makanan didalamnya sudah raib. Dalam benak ini berpikir “orang itu, pasti orang itu yang menghabiskan makananku” kulihat ia mengusap-usap perutnya dan menjilati jari-jarinya, tak salah lagi dia yang menghabiskan makananku. Seperti biasa senyuman sinis dan penuh berisi olok-olokan kuterima dari wajahnya. Aku hanya bisa diam dan bersabar dan berharap semoga Tuhan memberikan kebahagiaan untuknya.”

Hah, sebuah hari yang juga silam dan jauh, namun hatiku masih saja dengan dekat tak mampu menahan lekat segala kekesalan yang aku rasakan dan kesalahan yang dia perbuat, meskipun hati ini menaruh dendam, sudah kubulatkan tekad untuk memaafkan segala tingkahnya yang menyakitkan hati.

“9 juni 2007”

:Dengan penuh harap aku menempelkan karyaku dimajalah dinding kampus BSI, sebuah karya yang aku buat dengan susah payah, dengan harapan karyaku akan disukai dan dianggap baik oleh semua orang yang membacanya. Tak disangka tanpa sepengetahuanku dia telah merubah tanda tangan dan nama pembuat karya itu menjadi namanya, ia telah berhasil menjadikan seolah-olah apa yang aku buat tersebut adalah karya ciptaannya. Tentu saja orang-orang yang membacanya memuji dia, sedangkan aku yang dengan keringat membuatnya hanya bisa terpaku melihatnya tersenyum seolah-olah mengolok-olok diriku.

Hah, sebuah hari yang juga telah silam, meski hatiku masih saja tak mampu menahan segala kekesalan yang aku rasakan dan kesalahan yang dia perbuat, meskipun hati ini menaruh dendam, sudah kubulatkan tekad untuk memaafkan segala tingkahnya yang menyakitkan hati.

Tak terasa waktupun semakin bergulir, aku masih saja merenung sambil menarik nafas perlahan untuk menenangkan dan melupakan segala kejadian yang menyakitkan hati, serta dengan sepenuh hati berusaha memaafkan segala kesalahan yang ia perbuat kepadaku.

“krumpyang…!!”

Sebuah piring jatuh… aku terhenyak dan kaget, pandanganku tertuju tajam kearah bunyi piring yang jatuh. Ternyata dia pelakunya, seperti biasa dia hanya tertawa tanpa merasa bersalah dan membuat diriku menjadi semakin kesal dibuatnya. Perlahan ia berjalan dan menjauhiku, dengan melihatiku, tatapan yang tajam kearahku, dia hanya tersenyum sinis sembari pergi dan membuang muka.

Kulihat ia berjalan semakin menjauh dari pandangan, mungkin bermaksud menghindari kemarahanku. Perlahan-lahan ia semakin menjauh dari pandanganku, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil menahan emosi merasa diperlakukan seburuk-buruknya perlakuan kediktatorannya. kucing manis itupun terlihat semakin jauh dan semakin jauh…

Pandanganku untuk beberapa saat berpaling darinya, mataku menerawang jauh mencoba melupakan segala keburukan yang ia lakukan terhadapku, pikiranku mencoba untuk mengingat kebaikan-kebaikan yang telah ia berikan padaku, meskipun hampir tak ada sedikitpun kebaikan yang pernah ia lakukan bagiku. hanya kelucuan makluk kecil itu yang ada.

Mataku kini tertuju lagi kearah dimana ia berada sekarang, samar-samar dari kejauhan dengan ekspresi yang terlihat panik ia mencoba seolah-olah meminta tolong. Mataku semakin terfokus melihat apa yang tengah terjadi.
Ternyata tiga orang lelaki yang mencurigakan tengah menodongkan pisau kearahnya, ia hanya bisa terdiam sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ketiga lelaki tersebut tampaknya menginginkan sesuatu dari dia, sudah kupastikan bahwa mereka menginginkan sesuatu seperti uang darinya. Dari balik pohon yang rindang aku menyaksikan kejadian itu, ia merogoh kantungnya dalam-dalam dan menunjukan kepada mereka bahwa kantungnya kosong. Ketiga lelaki itu tanpa ayal lagi memukul dia hingga tersungkur jatuh ketanah.

Aku dengan perasaan yang masih dendam terhadapnya tak mampu berbuat apa-apa, dengan tubuh kecil ini apa yang bisa aku perbuat ?. Lagipula ia selalu memnyakiti perasaanku, kini perasaanku berada antara dua ujung yang berbeda, rasa bahagia karena dendamku terbalaskan dan rasa bersalah karena tak mampu berbuat sesuatu untuk menyelamatkannya. Diriku berkecamuk, hatiku bimbang akan keadaan yang terjadi saat ini, perasaan untuk membiarkannya dipukuli hingga babak belur, atau perasaan untuk menyelamatkan dia.

Aku berdiri dari balik pohon, berpikir dalam kebingungan, kutatap memori dalam buku catatanku mengenai segala perbuatan yang ia lakukan terhadapku. Ingin sekali aku tertawa membiarkan dia dipukuli mereka. Ya… Akupun memutuskan untuk lari dari tempatku berdiri.
Aku melangkahkan kakiku selangkah lebih jauh dari arahnya, disitulah kata hatiku yang sebenarnya muncul kedasar luapan kebingungan dan mencuci bersih segala kebingungan itu.

“Mengapa, mengapa aku tak melakukannya?.”

Akupun melemparkan pena dan buku catatanku ketanah sembari berjalan perlahan dengan langkah gontai, dan semakin cepat kuberanikan diri untuk menolong temanku, seiring dengan langkah satu-satu yang semakin mendekat, seiring itu pula keberanianku menyusut. Meskipun begitu perasaan kata hatiku semakin membara, keinginanku untuk merubah dan memperbaiki kehidupanku di tahun ini serta dimasa-masa yang akan datang semakin menjadi-jadi.

Tanpa berpikir panjang, telunjuk kananku kuarahkan tepat kearah mereka ber tiga. Perlahan kedua orang dari mereka yang ukuran tubuhnya tentu saja lebih besar mereka daripada aku berjalan kearahku, dengan bengis tatapan mereka menyorot tajam. Seolah-olah mereka siap untuk mencabik-cabikku, memotong dan mengiris-iris tubuh ini hingga menjadi debu.

Aku dengan tubuh lunglai dan bergetar merogoh kantung celana dalam-dalam, mengeluarkan segala isi didalamnya, aku menyodorkan beberapa lembar uang kertas kepada mereka. Namun apa yang terjadi? Sebuah kepalan tangan mendarat dimukaku, aku pun jatuh tersungkur. Berselang daripada itu beberapa tendangan tiba menuju perut, dahi dan dagu. Akupun makin terbujur tak berdaya, hingga tak sadarkan diri.

Akupun tersadar kembali, dengan sisa-sisa tenaga yang masih kumiliki diriku mencoba untuk bangkit maju, menyelamatkan dirinya, menyelamatkan dirinya dan menyelamatkan dirinya. Akupun berhasil berdiri dan mengambil sebilah kayu yang berada tak jauh dari dekatku. Tanpa berpikir panjang dengan tangan bergetar aku memukulkan kayu ini tepat kearah kepala salah satu dari mereka, tak ayal lagi pukulanku lumayan keras sehingga membuat salah satu dari mereka itu terjatuh.

Namun lelaki berambut gondrong, menodongkan pisaunya kearahku, dengan rasa takut yang sangat berimbang dengan suara hati yang mengatakan bahwa aku harus menolongnya membuatku memberanikan diri dan berhasil memukul pipi salah satu dari dua orang yang masih berdiri, pukulanku berhasil, dari mulutnya keluar darah segar.

Namun kini tubuhku tiba-tiba terasa dingin. Perih disekujur tubuh kurasakan tatkala pisau itu telah menusuk keperutku. Hujanpun turun, para penjahat itu telah pergi, kini tinggal kami berdua terbujur kaku, aku dengan senyumanku melihat kearah dia yang terluka namun terlihat tampak masih lebih baik dibandingkan diriku, beberapa luka memar dan darah segar mengalir diwajahnya.

Darah dari tubuhku deras mengalir bercampur dengan derasnya guliran air hujan. Mungkin ini adalah akhir bagiku, namun ini adalah sebuah awal untuk menuju kehidupan yang lebih baik, kehidupan abadi dan tahun yang lebih baik dari tahun sebelumnya telah berhasil aku wujudkan…

Dia pun tersadar, terbangun dan memeluk tubuhku, kini tidak dengan senyuman sinisnya melainkan dengan tangis, tangis yang keluar dari suara hati terdalamnya. Dan aku kini bernapas untuk yang terakhir kalinya, dalam pelukannya, pelukan persahabatan yang keluar dari kata hatinya…

kawan,,bersabarlah,,

Sumber gambar : http://sapadunia.files.wordpress.com

1 komentar:

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

Profil

Foto saya
Jakarta, jakarta selatan, Indonesia
Remaja. Tinggal di Jakarta. Sedang berusaha menemukan jawaban dari "Siapa saya?". Mencintai binar mata kanak-kanak, langit senja, aroma tanah basah, gelembung sabun, cokelat panas, tertawa keras-keras, dan berpelukan. Tergila-gila pada blog, humor, dan segala jenis buku. Teman yang menyenangkan dan menyebalkan, tergantung suasana hati. Baginya, menulis adalah terapi sekaligus sarana pencarian jati diri. Jadi, jangan tertipu oleh tulisan. Sapa dia jika bertemu di jalan, karena dia akan menyapa balik. Tapi jangan coba-coba menginjak kakinya di dalam angkot, atau menghembuskan asap rokok tepat di mukanya.

Followers

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Blog Archive