Sabtu, 27 Maret 2010

Celoteh, 28 maret 2010
Ada sebuah pertanyaan yang beberapa kali diajukan ke saya, pertanyaan sederhana yang bisa menjadi serius atau bisa juga menjadi sekedar pertanyaan iseng. Pertanyaannya adalah " Apa yang akan kamu lakukan bila esok pagi adalah hari terakhir dalam hidupmu?" kurang lebih begitulah pertanyaannya.

Biasanya jawaban saya tidak jauh dari pergi keujung dunia atau semacamnya, intinya adalah pergi menuju tempat terjauh yang bisa saya capai. Beberapa orang lain punya jawaban yang berbeda, mulai dari menemui seluruh keluarganya, minta maaf ke semua orang, minta ampun ke Tuhan atau bahkan hal-hal lain yang lebih nggak jelas. Beberapa waktu yang lalu saya menemukan seseorang yang memberikan jawaban yang (mungkin) jarang terpikirkan oleh orang lain. Jawabannya adalah"...mencari dan mencoba segala kemungkinan agar besok tidak menjadi hari terakhir"

Jawaban ini mengingatkan saya pada sebuah joke yang mengisahkan seorang pasien yang diberitahu oleh dokternya bahwa usianya tinggal seminggu lagi, teman-temannya menganjurkan berbagai macam hal, ada yang menyuruhnya menghabiskan hidupnya dengan berdoa, ada yang justru menyuruh bersenang-senang, ada juga yang menganjurkan agar ia melewatkan waktu dengan keluarganya. Dia selalu menceritakan hal ini kepada siapa saja yang ditemuinya, di kantor, di cafe, dan semua orang memberikan saran yang serupa, hingga pada hari terakhir ada seseorang yang iseng berkata "...kenapa tidak coba dokter lain saja?"



Ketika kita menghadapi sebuah jalan buntu maka biasanya kita akan berhenti sebelum menabrak penghalang atau kebuntuan tersebut. Mungkin kita berhenti karena kita tahu bahwa tidak mungkin melewati penghalang tersebut, mungkin juga kita berhenti untuk memikirkan alternatif lain dalam melewati penghalang tersebut, atau mungkin juga kita berhenti karena kita sadar dengan batas dari diri kita.

Saya sering berhenti, bahkan ketika kebuntuan itu baru sebatas tanda-tanda.

Bila diumpamakan dengan sebuah jalan, maka ketika di awal jalan tersebut ada tulisan "Jalan Buntu" kemungkinan besar saya akan mengurungkan niat untuk melewati jalan tersebut. Entah kenapa secara tidak sadar saya akan menghentikan langkah saya atau bahkan menghindari ketika menemui jalan-jalan buntu ini. Mungkin saya takut atau mungkin juga saya malas menghadapi kebuntuan, menghadapi penolakan, menghadapi sesuatu yang tidak saya ketahui. Saya takut menghadapi batas imaginer saya, seakan-akan saya akan jatuh ke jurang jika melewati batas itu.

Saya sudah lupa bagaimana puasnya ketika mampu melewati batasan itu, saya lupa dengan kenikmatan ketika memburu puncak yang lebih tinggi, saya lupa debaran ketika mencoba menantang sesuatu hal yang bagi sebagian orang tidak mungkin. Ya, saya lupa semua itu, padahal dulu dengan bangga saya selalu mengutip kata-kata Napoleon "Sulit memang, tapi bukan tidak mungkin".


Sekarang saya menjadi tidak bisa membedakan antara sulit dan tidak mungkin.
---------------------------------------------------------------------------

Semoga sebelum bulan ketiga berakhir kebuntuan ini terpecahkan

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

Profil

Foto saya
Jakarta, jakarta selatan, Indonesia
Remaja. Tinggal di Jakarta. Sedang berusaha menemukan jawaban dari "Siapa saya?". Mencintai binar mata kanak-kanak, langit senja, aroma tanah basah, gelembung sabun, cokelat panas, tertawa keras-keras, dan berpelukan. Tergila-gila pada blog, humor, dan segala jenis buku. Teman yang menyenangkan dan menyebalkan, tergantung suasana hati. Baginya, menulis adalah terapi sekaligus sarana pencarian jati diri. Jadi, jangan tertipu oleh tulisan. Sapa dia jika bertemu di jalan, karena dia akan menyapa balik. Tapi jangan coba-coba menginjak kakinya di dalam angkot, atau menghembuskan asap rokok tepat di mukanya.

Followers

Total Tayangan Halaman

Popular Posts